Selasa, 20 Juli 2010

Kamis, 15 Juli 2010

Tahap Daur Hidup Produk Barang Dan Jasa / Product Life Cycle - Manajemen Produk Dan Harga

Tahap Daur Hidup Produk Barang Dan Jasa / Product Life Cycle - Manajemen Produk Dan Harga

Sun, 23/03/2008 - 1:33am — godam64

Setiap produk biasanya mengalami kelahiran dan kematian baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Suatu produk bisa saja pada suatu waktu sangat disukai banyak orang dan laku keras, namun di lain waktu produk itu tidak laku lagi dijual. Jadi pengertian daur hidup produk yaitu tahapan suatu produk mulai dari lahir, tumbuh, dewasa dan mati.

Setiap produk memiliki masa daur hidup produk yang berbeda. Produk elektronik biasanya memiliki rentang waktu yang sempit alias cepat mati sedangkan produk seperti makanan dapat bertahan lebih lama. Contohnya handphone nokia tipe tertentu akan dibatasi jumlah yang dibuat dalam beberapa tahun, lalu membuat tipe hp lainnya. Minuman aqua sudah puluhan tahun memimpin pasar dan masih berada dalam kondisi antara pertumbuhan dengan dewasa.

Langkah / Tahap Dalam Daur Hidup Produk (Product Life Cycle)

1. Tahap Perkenalan / Introduction

Pada tahap ini produk baru lahir dan belum ada target konsumen yang tahu sehingga dibutuhkan pengenalan produk dengan berbagai cara kepada target pasar dengan berbagai cara.

2. Tahap Pertumbuhan / Growth

Ketika berada pada tahap tumbuh, konsumen mulai mengenal produk yang perusahaan buat dengan jumlah penjualan dan laba yang meningkat pesat dibarengi dengan promosi yang kuat. Akan semakin banyak penjual dan distributor yang turut terlibat untuk ikut mengambil keuntungan dari besarnya animo permintaan pasar.

3. Tahap Kedewasaan / Maturity

Di tahap dewasa produk perusahaan mengalami titik jenuh dengan ditandai dengan tidak bertambahnya konsumen yang ada sehingga angka penjualan tetap di titik tertentu dan jumlah keuntungan yang menurun serta penjualan cenderung akan turun jika tidak dibarengi dengan melakukan strategi untuk menarik perhatian konsumen dan para pedagang. Karena sudah banyak pesaing, para pedagang mulai meninggalkan persaingan dan yang baru tidak akan banyak terlibat karena jumlah konsumen yang tetap dan cenderung turun.

4. Tahap Penurunan / Decline

Pada kondisi decline produk perusahaan mulai ditinggalkan konsumen untuk beralih ke produk lain sehingga jumlah penjualan dan keuntungan yang diperoleh produsen dan pedagang akan menurun drastis atau perlahan tapi pasti dan akhirnya mati.

----

Beberapa teknik atau cara untuk memperpanjang daur hidup produk :

1. Meningkatkan Konsumsi dengan cara membujuk konsumen untuk meningkatkan penggunaan produknya dengan berbagai manfaat yang ditawarkan. Contoh : untuk hasil maksimal gunakan pasta gigi sepanjang bulu sikat, apa pun makannya minumnya teh botol sosro, memakai sampo setiap hari membuat rambut sehat, dsb.

2. Mencari fungsi lain produk dari biasanya. Contoh seperti teh tidak hanya untuk ngeteh saja tapi dapat dibuat kreasi menjadi minuman yang lebih kompleks.

3. Memodifikasi produk agar tampil baru dan segar baik dari segi isi, kemasan, takaran, ukuran, manfaat, dan lain sebagainya. Contoh misal seperti produk unilever yang biasanya terus menerus mengganti isi pepsodent beserta kemasannya agar selalu tampil baru dan segar.

4. Mencari target konsumen baru
Jika pasar yang sudah ada sudah tidak dapat diandalkan untuk meningkatkan penjualan maka dapat ditempuh jalan dengan cara membidik segmen pasar baru untuk dibujuk untuk menjadi pelanggan. Contoh : rokok sampoerna hijau yang tadinya membidik golongan menengah ke bawah kini mulai membidik golongan menengah ke atas untuk memperluas segmen pasar.

Mengatasi Rasa Malas di Tempat Kerja

Rasa malas kerap digambarkan sebagai hilangnya motivasi seseorang untuk melakukan kegiatan atau pekerjaan. Ini merupakan sejenis penyakit mental yang dapat berakibat buruk dan sangat merugikan. Perasaan malas dapat menyebabkan kinerja seseorang menjadi kacau karena tidak mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik. Segala macam kesuksesan tidak akan menghampiri bila penyakit ini masih menempel dalam diri seseorang.

Menurut Edy Zaqeus, rasa malas diartikan sebagai keengganan seseorang untuk melakukan sesuatu. Yang termasuk dalam keluarga besar malas adalah menolak tugas, tidak disiplin, tidak tekun, rasa sungkan, suka menunda pekerjaan, dan mengalihkan diri dari kewajiban. Malas berdampak terhadap produktivitas kerja. Karena malas, seseorang menjadi tidak produktif bahkan mengalami stagnasi. Badan terasa lesu, semangat dan gairah menurun, ide pun tak mengalir. Akibatnya, kita tidak mempunyai kekuatan apa pun untuk bekerja secara optimal. Jika dibiarkan berlarut-larut, penyakit malas akan semakin ‘kronis’.

Negatif

Kebiasaan malas biasanya muncul lantaran kita suka mengaitkan pemikiran dengan sudut pandang yang negatif. Saat membayangkan setumpuk tugas yang harus dilakukan atau kegiatan lain yang menjadi tanggung jawab kita, bukannya segera kita selesaikan pekerjaan itu, kita malah menundanya sehingga mengundang stres.

Untuk mengatasi rasa malas, kita harus membuat tujuan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Tanpa tujuan yang benar, kita hanya bergerak secara naluriah. Posisi seperti ini akan membuat kita menjadi pasif, yang ditandai dengan selalu menunggu perintah, tergantung pada situasi, dan cenderung menyerah kepada nasib. Untuk memunculkan gairah dan motivasi, kita harus berani memutuskan tujuan hidup kita.

Selain itu, Anda perlu selalu mengasah kemampuan. Dengan memiliki kemampuan yang baik, perasaan malas dapat segera diatasi. Dalam hal ini, Anda dapat menghadapi dan menyelesaikan masalah di pekerjaan karena memiliki kemampuan untuk melakukannya. Dengan sendirinya, ini akan memperkuat rasa percaya diri, menebalkan komitmen pencapaian tujuan, dan tentu saja menumbuhkan semangat. Sebaliknya, bila kita menolak aktivitas pembelajaran, komitmen kita akan melemah yang pada gilirannya dapat menurunkan semangat kerja dan menimbulkan kemalasan yang berkepanjangan.

Menambah pergaulan juga dapat mengatasi rasa malas yang timbul di kantor. Sebaiknya Anda jangan terlalu lama duduk berdiam diri. Dengan bangkit dan menghampiri orang-orang yang sedang tekun serta semangat dalam melakukan pekerjaannya, akan membangkitan motivasi kita untuk bekerja. Pancaran optimisme dan semangat itu dapat menginspirasi kita, bahkan menularkan semangat yang sama kepada orang lain. Selain itu, menerapkan disiplin dalam aktivitas sehari-hari merupakan obat mujarab untuk menumbuhkan kebiasaan positif dalam diri kita.

Bangkit dari Malas

Bila segala daya dan upaya telah Anda lakukan namun perasaan malas itu tetap bercokol dalam diri Anda, maka cobalah tips yang telah dipraktikkan oleh Rahmadsyah, seorang Mind-Therapist, ini. Menurutnya, seseorang yang mengetahui bahwa dirinya sedang malas dapat menggunakan perasaan itu sebagai alat untuk mencapai hasrat terbesar. Bagaimana caranya? Berikut ini cara yang pernah ia praktikkan:

Pertama, control the state.

Jika rasa malas merasuki tubuh dan pikiran Anda, segeralah mengubah kondisi fisik Anda. Kalau tadinya Anda duduk dengan bahu agak turun ke bawah, sehingga tubuh Anda tak bertenaga, lemah, lesu, letih, dan loyo, sekarang bangkitlah dan berdiri tegak. Lihat ke atas, tarik napas yang dalam, kemudian hembuskan kembali. Lakukan sebanyak 3x atau sampai Anda merasa nyaman.

Kedua, visualisasikan mimpi Anda.

”Saya pernah mempraktikkan ini bersamaan dengan control the state dan hasilnya luar biasa,” ungkap Rahmadsyah. Anthony Robbins juga menuliskan dalam bukunya Awaken The Giant Within bahwa salah satu penyebab seseorang tidak termotivasi hingga jadi tidak bersemangat dan bermalas-malasan, karena mimpi-mimpi yang Anda tulis atau Anda inginkan, kurang menginspirasi Anda untuk bertindak. Tatkala Anda mencoba memvisualisasikannya, Anda telah melakukan perubahan besar. Anda telah mengganti pikiran dan fokus, dari tatapan kosong, blank, tidak tahu harus melakukan apa menjadi terisi gambaran besar akan terwujudnya cita-cita Anda. Semakin kuat visualisasi Anda, gambar, suara, semakin detail Anda melakukannya, semakin besar pula khasiatnya.

Sekalipun seseorang memiliki cita-cita atau impian yang besar, jika kemalasannya mudah muncul, cita-cita atau impian besar itu akan tetap tinggal di alam mimpi. Jadi, kalau kita ingin sukses, buanglah perasaan malas Anda dan bangkitlah! ■ Muchamad Ifand

Bagaimana Produktif tanpa Sibuk?

Produktivitas telah diterima secara umum sebagai salah satu faktor yang menentukan kesuksesan seseorang. Rumusnya, sukses berbanding lurus dengan produktivitas. Dengan kata lain, kalau Anda ingin sukses, harus produktif. Tapi, apa sebenarnya produktivitas itu?

Orang mengartikan produktif secara sederhana sebagai kerja keras. Dan, itu ditandai dengan kesibukan yang tinggi. Meskipun orang yang tampak sibuk tidak selalu berarti produktif, namun bagaimana pun kerja keras hampir selalu diidentikkan dengan kesibukan yang padat.

Kalau HP Anda selalu berdering dan pekerjaan di meja Anda tak habis-habis, maka orang akan dengan mudah melihat Anda sebagai orang yang produktif. Tapi, benarkah demikian?

Motivator Reza Gunawan yang juga praktisi nature holistic healing membedakan antara "sibuk" dan "produktif". "Memang, seseorang yang sibuk biasanya dianggap sebagai pekerja yang produktif. Padahal, kalau kita jeli melihat, seseorang bisa saja sangat sibuk, namun tidak produktif," ujar Reza seperti terungkap dalam salah satu artikelnya di rezagunawan.com.

Menurut dia, seseorang bisa dibilang produktif ketika dia mengerjakan sesuatu yang menciptakan nilai, bisa berupa manfaat, uang, makna, dan hasil positif lainnya. Sementara, sibuk akan selalu menghabiskan waktu, tenaga, dan upaya, namun tidak selalu menciptakan nilai, makna, manfaat, atau pun uang.

Lebih jauh Reza menyarankan, dalam bekerja, sebelum kita mencapai tahap "produktif", penting untuk mempelajari dahulu bagaimana cara dan sistem bekerja yang baik, sebelum mempelajari bidang pekerjaan kita sesuai deskripsi kerjanya. Berkaitan dengan hal itu, Reza memberikan tips sebagai berikut:

1. Menangkap Ide

Bawalah pena dan notes ini kemana pun Anda pergi, setiap saat. Berbagai ide cemerlang serta bermacam hal penting yang sering terlupakan, biasanya muncul di pikiran secara tak terduga, sekilas, dan sepintas. Dengan ini, Anda bisa menangkapnya dengan segera dan tidak harus mengandalkan otak untuk mengingat-ingatnya kembali.

2. Membuat Daftar Tugas - Lengkap

Segera ketika tiba di rumah/kantor, pindahkan berbagai tugas dan ide yang perlu Anda tindaklanjuti ke sebuah daftar besar, katakanlah namanya “Daftar Tugas - Lengkap”. PERINGATAN: jangan sekali-kali bekerja langsung berdasarkan daftar ini kalau Anda tidak ingin terjebak jadi “Produktif Super Sibuk”.

3. Membuat Daftar Tugas - Harian

Setiap hari, tuliskan tugas terpenting hari ini. Cukup 1-3 tugas saja yang Anda ambil dari Daftar Tugas - Lengkap. Daftar baru yang berisi 3 TT (Tugas Terpenting) ini kita sebut “Daftar Tugas - Harian”. Bagaimana menentukan mana 1-3 Tugas Terpenting? Pilih berdasarkan mana yang paling mempengaruhi produktivitas, kepuasan hati, dan kebahagiaan Anda secara signifikan. Bila dalam satu hari Anda berhasil menyelesaikan 1-3 tugas ini, tentu waktu luang sisanya bisa Anda gunakan untuk menikmati hidup, atau melanjutkan tugas terpenting selanjutnya yang ada dalam Daftar Tugas - Lengkap.

Penting vs Tidak Penting

-- Dahulukan di Awal Hari

Setiap hari, dahulukan awal hari Anda untuk mengerjakan 1-3 Tugas Terpenting yang ada di dalam Daftar Tugas - Harian Anda. Sisihkan waktu 30 menit hingga 2 jam di awal hari, untuk menyelesaikan ini terlebih dahulu sebelum melakukan yang lain.

-- Distraksi

Matikan berbagai pengalih perhatian. Salah satu tip paling produktif bagi saya adalah: putuskan sambungan Anda ke internet bila sedang bekerja. Hanya sambungkan diri bila memang sedang perlu memakainya. Percayalah, godaan terlalu kuat dari bawah sadar akan menyebabkan kebocoran efisiensi yang luar biasa. Matikan dahulu internet, e-mail, facebook, chat, browser, dan koneksi Blackberry Anda saat mengerjakan Daftar Tugas - Harian.

-- Meeting

Sebisa mungkin, hindari rapat dan pertemuan yang tidak perlu. Begitu banyak waktu terbuang dalam berbagai rapat yang tidak produktif. Bila mungkin, koordinasikan pekerjaan Anda via e-mail dan telepon. Bila harus meeting, sebelumnya agenda rapat sudah harus diterima semua pihak, dan pastikan ada rencana tindak lanjut yang jelas bagi setiap pihak.

-- Delegasi

Lihat kembali Daftar Tugas - Lengkap Anda, dan delegasikan berbagai hal yang bisa dipercayai kepada orang lain agar Anda lebih mampu mengelola waktu dan energi Anda.

-- Otomatisasi

Gunakan voicemail, website, blog untuk menampilkan informasi yang cenderung berulang dalam profesi Anda. Sebagai contoh, saya tidak pernah lagi memberikan penjelasan tentang terapi Penyembuhan Holistik serta bagaimana caranya membuat janji terapi, karena semua informasi serta prosedur pendaftaran pasien/klien sudah lengkap tersedia di website. Mudah, kan? Coba pikirkan ide yang serupa dalam profesi Anda masing-masing. (sumber: www.rezagunawan.com)

Menikmati Pekerjaan yang Tidak Anda Sukai

Kalau semua orang, setelah lulus dari universitas, lantas mendapatkan pekerjaan sesuai dengan harapan dan cita-citanya, maka betapa indahnya hidup ini. Tapi, hal seperti itu hanya terjadi dalam dunia ideal. Sedangkan dalam kenyataan sehari-hari, kehidupan lebih sering berjalan jauh dari situasi yang kita idealkan. Sudah bukan cerita baru lagi kalau banyak lulusan teknik yang akhirnya, karena berbagai faktor dan keadaan yang memaksa, bekerja di bank atau lulusan pertanian ujung-ujungnya menjadi wartawan.

Barangkali Anda termasuk karyawan yang diam-diam merasa tidak menyukai pekerjaan Anda. Penyababnya bisa banyak hal. Namun, apa pun itu, yang jelas itulah kenyataan yang Anda hadapi saat ini. Berhentilah mengeluh, dan mulailah untuk belajar menyadari bahwa Anda tidak bisa terus-menerus buang-buang waktu dengan menyesali apa yang telah terjadi. Sebab, kadang, pada kenyataannya, sebanyak apa pun keluhan Anda toh, keberanian untuk berhenti dan mencari pekerjaan lain yang sesuai keinginan, tak kunjung Anda miliki.

Lebih-lebih, dalam situasi krisis seperti sekarang, mencari pekerjaan sulit dan bahkan banyak terjadi PHK, mungkin Anda akan semakin tenggelam dalam kubikel meja kerja Anda dan menelan ketidaksukaan Anda pada pekerjaan yang harus Anda jalani sehari-hari. Mau tidak mau. Nasihat paling gampang, tentu, terimalah kenyataan. Tapi, Anda pasti akan mengejar lagi, setelah itu apa? Baiklah, mudah-mudahan tips berikut ini cukup membantu:

1. Sadarilah, untuk mencapai suatu kesuksesan orang harus mampu melakukan dengan baik hal-hal yang tidak disukai, termasuk pekerjaan. Bersikaplah profesional, konsisten dengan kinerja yang bagus. Bila Anda menonjol di antara teman-teman sekantor, mungkin Anda akan merasa lebih terpacu untuk mencintai pekerjaan Anda.

2. Berusahalah untuk melihat suatu pekerjana bukan semata-mata sebagai hasil, melainkan lebih pada prosesnya. Rasakan dan nikmati proses itu. Anda akan belajar banyak hal dari sana.

3. Berpikirlah ke depan. Lihat apa yang Anda lakukan sekarang ini dalam tatapan jangka panjang. Yakinlah bahwa apa yang Anda kerjakan saat ini akan bermanfaat dan memberi konstribusi pada masa depan Anda nanti --sebagai apa pun dan di mana pun Anda di masa yang akan datang.

4. Libatkan diri Anda dalam pergaulan yang seluas-luasnya dalam lingkungan kerja. Nikmati interaksi dengan orang lain. Belajarlah dari tim bagaimana menyelesaikan masalah bersama. Jangan lewatkan kesempatan untuk terlibat dalam urusan-urusan dengan klien, bertemu orang baru, saling tukar kartu nama dengan kolega-kolega.

5. Selalu berpikir positif. Barangkali ini agak klise tapi, konteksnya begini: jadikanlah situasi yang menekan (karena Anda tidak suka dengan pekerjaan Anda) itu sebagai peluang. Berpikirlah bahwa ini semua tantangan bagi Anda.

Ways to Survive -and Thrive- in a New Job

Boleh jadi, pada tahun 2010 ini, Anda adalah lulusan baru yang sedang bergembira karena berhasil mendapatkan pekerjaan sesuai yang Anda inginkan. Selamat buat Anda. Sekarang, yang perlu Anda ketahui --setelah mentraktir makan sejumlah teman-- bagaimana bertahan di lingkungan baru bernama kantor?

Meskipun para bos di perusahaan paham bahwa karyawan baru seperti Anda perlu waktu untuk beradaptasi, tapi bukan berarti bahwa mereka tidak melakukan penilaian sejak awal. Banyak hal yang perlu Anda pelajari, dari yang sepele seperti mengingat nama teman-teman sekantor Anda hingga kebijakan-kebijakan perusahaan. Namun, pada saat yang sama, ada pula hal-hal yang semestinya tidak Anda lakukan sebagai seorang karyawan baru.

Faktanya, menurut survei yang pernah dilakukan oleh para manajer perekrutan pada Robert Half International, ada dua kesalahan utama yang kerap dijumpai pada karyawan baru. Yakni, kegagalan untuk menyesuaikan diri dengan budaya perusahaan dan keengganan untuk bertanya.

Berikut tips bagi Anda agar sukses dalam beradaptasi dengan lingkungan kerja dan memantapkan diri sebagai karyawan baru, yang mampu memberikan dampak positif bagi departemen dimana Anda ditempatkan:

1. Menghargai budaya perusahaan

Jika perusahaan Anda, sesuai dengan karakter industrinya, mengharuskan karyawan mengenakan busana formal ke kantor, maka tidak ada alasan bagi Anda untuk "nekad" berkasual ria. Dengan kata lain, ketika memasuki sebuah kantor baru, perhatikan bagaimana orang-orang berperilaku dan berinteraksi satu sama lain. Pelajari aturan-aturan yang tidak tertulis, namun dipraktikkan oleh semua orang di sekeliling Anda.

2. Membuka diri untuk berbaur

Banyak hal berkaitan dengan proses internal bisnis yang mungkin asing bagi Anda. Selama bulan-bulan pertama bekerja, cobalah untuk membuka diri, bicara dengan teman satu tim untuk memahami berbagai proses dan prosedur yang ada. Anda punya kesempatan untuk memberi masukan, namun dapatkan dulu kepercayaan dan respek dari tim.

3. Ketahui tugas-tugas dan kewajiban Anda

Temui manajer atau atasan langsung, dan diskusikan mengenai cakupan pekerjaan Anda. Ajukan pertanyaan, misalnya, apa prioritas dan isu terbaru yang perlu saya ketahui? Seberapa sering dan dalam bentuk apa saya harus meng-update laporan mengenai proyek? Bagaimana kinerja saya akan dievaluasi?

Pemahaman yang jelas mengenai hal-hal tersebut akan membantu Anda bekerja secara lebih efektif.

4. Tahu kapan perlu bantuan

Faktor lain yang menentukan sukses Anda sebagai karyawan baru adalah kesediaan untuk berterus-terang ketika Anda memerlukan bantuan. Jika Anda cenderung mengerjakan semuanya sendiri, tanpa pernah bertanya walaupun sedang menemui masalah, maka Anda akan mudah melakukan kesalahan.

5. Pelajari gaya-gaya berkomunikasi, luangkan waktu untuk bersosialisasi dan siap untuk hal-hal yang mendesak

Ada bos yang lebih suka di-email, ada juga yang lebih mengutamakan komunikasi lewat telepon. Pelajari perbedaan-perbedaan seperti itu. Sebagai karyawan baru, Anda akan sibuk dan pastinya punya kecenderungan untuk menunjukkan bahwa Anda pekerja keras dan rajin. Namun, jangan sampai hal itu membuat Anda lupa untuk bergaul dengan teman-teman sekantor. Dan, jadilah karyawan yang siap untuk mendatangi panggilan-panggilan mendadak dari atasan.

6. Minta penilaian

Evaluasi resmi mungkin akan dilakukan tiga atau bahkan enam bulan kemudian. Tapi, Anda bisa meminta supervisor atau manajer untuk memberikan penilaian pada bulan pertama, secara informal. Diskusikan apa yang kurang dari kinerja Anda.

Jangan khawatir jika Anda mereka belum begitu mantap dengan posisi Anda. Memang, perlu waktu untuk merasa percaya diri dan "secure" terhadap pekerjaan Anda. Selama Anda senatiasa berusaha untuk mengambil langkah-langkah proatif untuk beradaptasi dengan lingkungan kerja, dan memberikan kontribusi yang positif, maka Anda telah berada di jalan yang benar untuk menjadi anggota tim yang bernilai.

Mempromosikan Diri tanpa "Menjilat"

Banyak cara untuk mencari perhatian di tempat kerja, baik itu dari teman-teman satu tim maupun dari atasan. Siapa sih yang tak ingin kelihatan menonjol di mata orang lain. Lebih-lebih dalam konteks pekerjaan, "menonjol" bisa membantu mempercepat kemajuan karier. Namun, berhati-hatilah. Keinginan yang terlalu menggebu untuk terlihat paling menonjol di antara yang lain di kantor, salah-salah bisa membuat Anda "over-acting". Bila ini terjadi, bukannya simpati atau penilaian yang positif yang Anda dapatkan melainkan justru label buruk, misalnya Anda bisa dicap sebagai penjilat. Memangnya Anda mau mendapatkan penghargaan sebagai The Most Likely to Kiss Some Boss Butt?

Oleh karenanya sebelum Anda beraksi di tempat kerja, pastikan dulu Anda mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini:

1. Apakah Anda tipe karyawan yang sebenarnya tidak memiliki keterampilan yang jelas dalam bidang tertentu, namun pintar memanfaatkan situasi dan mencari celah untuk mempromosikan diri?

2. Apakah Anda suka membuatkan kopi untuk bos, sambil berusaha agar semua orang tahun bahwa Anda melakukannya?

3. Apakah Anda selalu merasa punya andil dan jasa atas kesuksesan orang lain, padahal kenyataannya tidak demikian, atau andil dan jasa Anda tidak sebesar yang Anda gembar-gemborkan?

4. Sebaliknya dari no.3, apakah Anda gemar mencari kesalahan orang lain untuk kegagalan pekerjaan Anda?

5. Apakah Anda punya kebiasaan mengulur-ulur waktu meeting dengan komentar-komentar panjang yang "nggak penting", sekedar untuk menunjukkan bahwa Anda ada di situ?

6. Apakah Anda suka menggosipkan teman-teman sekerja, dan menceritakan kekurangan mereka kepada atasan?

7. Apakah Anda orang terakhir yang meninggalkan kantor padahal sebenarnya tak ada alasan apapun bagi Anda untuk pulang belakangan?

Jika jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut "tidak", maka Anda memang bukan seorang penjilat. Namun, jika Anda masih ragu-ragu atau bahkan diam-diam mulai mengakui bahwa semua itu adalah kebiasaan Anda sehari-hari selama ini, maka Anda sebenarnya bukanlah karyawan yang berdedikasi seperti yang Anda pikirkan. Artinya, inilah saatnya bagi Anda untuk berubah, demi kesehatan karier Anda. Sebab, percayalah, di mana pun tak ada tempat bagi orang yang menempuh cara-cara yang bersifat menjilat dalam mengejar kemajuan karier di tempat kerja.

Mengelola Konflik dengan Teman Sekantor

Sebagian besar waktu dalam hidup kita dihabiskan di kantor. Kadang kita tak begitu menyadari hal itu. Atasan, bawahan dan teman-teman sejawat merupakan orang-orang yang sehari-hari berinteraksi dengan kita. Kehidupan di kantor menciptakan sebuah pergaulan yang tidak kalah "intens" dengan pergaulan sosial lainnya, seperti di sekolah atau dalam bertetangga. Kadang ada gosip, lain kali terjadi pertengkaran dan pada saat yang lain lagi kita "merasa perlu" untuk mendiamkan teman sekantor kita karena suatu masalah yang kita anggap sudah sampai pada taraf untuk malas bertegur sapa dengan yang bersangkutan.

Dalam perspektif "pergaulan sosial" tadi, konflik di tempat kerja merupakan hal yang wajar. Dalam arti, mungkin dan bisa saja terjadi. Mengingat, kantor berisi orang-orang yang datang dari berbagai latar belakang yang berbeda-beda. Dari pendidikan hingga karakter pribadi. Idealnya, tentu saja, berbagai perbedaan itu bisa dijadikan sebagai penguat dalam hubungan kerja. Tapi, pada sisi lain, perbedaan di mana-mana sering menjadi bibit perselisihan. Jika itu yang terjadi, maka kita perlu pandai-padndai mengenali perbedaan-perbedaan tersebut, untuk kemudian mencoba mengatasinya agar tidak menjadi potensi konflik.

Hal pertama yang perlu kita perhatikan dalam mangelola konflik di kantor adalah menahan diri. Cukup sederhana kedengarannya, tapi ini tidak mudah dilakukan. Setiap orang punya ego (yang besar) dan masing-masing dari kita punya kecenderungan untuk mendesakkan dan mempertahankan ego kita, mengungguli ego orang lain. Ibaratnya, kalau bisa ngotot mengapa harus mengalah. Jelas itu prinsip yang salah. Cobalah untuk senantiasa menahan diri, terutama tentu saja pada saat-saat yang gawat, genting, di tengah perdebatan sengit atau pun dalam situasi-situasi yang tidak menyenangkan.

Jika Anda merasa sangat kesal, jengkel, marah kepada teman, jangan berlama-lama berada di dekat orang tersebut; segera tinggalkan ruangan. Jika situasi tidak memungkinkan Anda untuk melakukannya, misalnya karena sedang meeting dan Anda harus berada di situ sampai selesai, berusahalan untuk diam. Jangan sekali-kali berteriak, membentak atau lebih-lebih menggebrak meja, membanting atau melempar benda-benda. Setelah berusaha untuk menahan diri dari kemarahan, langkah selanjutnya Anda perlu mengontrol emosi. Wah, ini lebih susah lagi. Tapi, tenang saja, inilah caranya:

-- Cobalah untuk memahami perasaan lawan bicara, ini akan membantu Anda menghindari tindakan yang kontra-produktif.

-- Pengalaman masa lalu bisa membantu untuk mencari solusi atas konflik yang muncul sekarang. Ingat-ingatlah, apakah Anda pernah mengalami kemarahan yang sama sebelumnya.

-- Petakanlah arti hubungan Anda dengan teman-teman Anda, ini akan membantu Anda menempatkan konflik pada jalur yang benar, bukan sekedar mengumbar emosi. Tanyakan pada diri Anda, seberapa penting sebetulnya lawan bicara yang tengah berkonflik dengan Anda. Jangan sampai Anda bertengkar hebat dengan teman kerja yang sudah sekian tahun bersama-sama hanya untuk urusan kecil.

-- Tanyakan, apa lagi yang tengah Anda alami selain konflik dengan rekan Anda itu? Jangan-jangan Anda memang tengah dalam tekanan masalah di luar pekerjaan.

-- Tanyakan, apa yang Anda peroleh dari konflik tersebut? Jawaban dari pertanyaan ini akan membantu Anda memahami motif Anda yang sebenarnya. Jangan-jangan, Anda bertengkar semata-mata hanya karena tak ingin jatuh gengsi, misalnya.

-- Tanyakan juga, apa yang hendak Anda pertaruhkan dengan konflik tersebut? Kalau bukan persoalan yang memang krusial, jangan menghabiskan energi hanya untuk bertengkar. Mengevaluasi kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi akan membantu Anda membuat keputusan yang tepat.

Menolak Tanpa Berkata "Tidak" pada Bos

Kadang-kadang Anda merasa, ide bos Anda terdengar sedikit bodoh. Atau, mungkin pernah Anda mengalami, jam kerja sudah lewat dan tiba saatnya pulang tapi bos memanggil dan mengajak Anda meeting. Pendek kata, ada saat ketika Anda merasa harus berkata tidak pada bos. Tapi, itu tak pernah terkatakan sehingga Anda berada dalam situasi penuh tekanan dan keterpaksaan yang tidak mengenakkan. Satu-dua kali sih, fine-fine aja. Tapi, lama-kelamaan Anda jadi stres juga. Sebab, pada kenyataannya, hal seperti itu lebih sering terjadi ketimbang tidak.

Berurusan dengan atasan pada dasarnya memang seperti memasuki sebuah wilayah yang rumit. Pada umumnya, yang namanya bos, karena jabatannya yang lebih tinggi, cenderung tidak bisa menerima penolakan dari anak buahnya. Oleh karenanya, perlu trik tersendiri untuk menolak segala sesuatu yang datang dari atasan yang menurut Anda "salah". Hal pertama yang perlu diingat, menolak tak selalu identik dengan berkata "tidak". Ada frasa yang lebih halus untuk menggantikannya, sehingga di telinga bos tidak serta-merta terdengar sebagai suatu penolakan. Sinonim dari "tidak" adalah "oke, tapi..."

Penting untuk diperhatikan sejak awal dalam hal ini adalah sejauh mana Anda memahami bos Anda. Dengan kata lain, kenali bos Anda, atasan "macam apa" dia. Banyak bos yang tipenya "tidak mau tahu", dan apa pun argumentasi Anda, bos semacam itu akan dengan enteng membalas dengan kata yang sama, "tidak". Mereka seperti orang tua di rumah yang tidak mau dibantah. Hendaknya Anda mengerti betul sifat-sifat bos Anda, sehingga bisa men-setekspektasi sejak awal.

Lebih jauh, berikut tips untuk membantu agar penolakan Anda kepada bos berjalan dengan mulus:

-- Sepakati sejak awal bahwa bos Anda tidak ingin Anda menjadi "yes man".

-- Pastikan bos Anda tidak salah paham mengenai penolakan Anda. Bos perlu tahu apa makna kata "tidak" yang Anda ucapkan: apakah sekedar "tidak mau" atau memang Anda alasan yang masuk akal.

-- Menyelaraskan diri dengan tujuan atasan. Kalau perlu gunakan data untuk menunjukkan bahwa penolakan Anda justru menguntungkan bagi bos Anda.

-- Jadikan semua itu sebagai dorongan atau tantangan. Suatu saat jika kelak Anda menjadi atasan, Anda akan lebih bisa berempati dengan anak buah.